Sebagaimana kita tahu semua manusia hidup semakin lama semakin menua, bertambah tuanya manusia dapat terlihat secara kasat mata lewat keadaan fisik dimana akan terlihat keriput diman-mana, kantung mata yang mulai kendur, gigi yang mulai ompoong juga tubuh yang mulai melemah.
Namun bukan berarti semakin tua nya manusia maka semakin mendekati batas umurnya karna Allah SWT yang tau kapan manusia hidup dan kapan meninggal dunia, ini dialami oleh kakek Arjo Suwito dimana sedang booming seorang kakek yang ternyata umurnya mencapai 192 tahun. Dan beliau menjadi saksi penjajahan yang terjadi di Indonesia hingga merasakan letusan gunung kelud berkali-kali mari simak pembahasan menarik ini.
Namun bukan berarti semakin tua nya manusia maka semakin mendekati batas umurnya karna Allah SWT yang tau kapan manusia hidup dan kapan meninggal dunia, ini dialami oleh kakek Arjo Suwito dimana sedang booming seorang kakek yang ternyata umurnya mencapai 192 tahun. Dan beliau menjadi saksi penjajahan yang terjadi di Indonesia hingga merasakan letusan gunung kelud berkali-kali mari simak pembahasan menarik ini.
Meski belumm ada bukti tertulis ataupun kesaksian dari warga sekitar dan bukti pasti tentang kebenaran kapan kakek Arjo lahir dan umurnya, kakek yang hidup sederhana berasal dan menetap di Dusun Sukomulyo, Desa Gadungan, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar, ini mengatakan kepada awak media bahwa umurnya sudah lebih dari 200 tahun.
Namun data data yang ada di balai desa Gadungan tercatat kakek Arjo lahir pada tahun 1825. Saat ini kakek Arjo hidup sederhana bersama anaknya Ginem yang berumur 53 tahun. Setelah ditanya, kakek Arjo mengatakan bahwa Ginem adalah anaknya yang ke 18, dari istrinya yang keenam. Berdasarakan ceritanya mereka tinggal di lereng gunung Kelud sejak 1990-an. Dari puncak gunung Gelud tepatnya gunung Gedang tempat tinggal kakek Arjo atau biasa dipanggil mbah Arjo berjarak 10 kilometer dari gunung Kelud.
Meski hidup di kelilingi hutan dan tinggal di tengah-tengahnya jauh dari keramaian hiruk pikuk mayarakat, ia megaku tidak mendapati kesulitan saat membutuhkkan air bersih dan kebutuhan makan sebab, di dekat tinggalnya, ada kali yang airnya jernig dan bersih. Untuk makannya ia menanm sayuran sendiri untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari dan bereas ia dapatkan dari jatah pembagian beras raskin.
“kalau nggak dapat jatah beras, ya saya sudah biasa cukup minum air putih saja” ujarnya.
Saat mbah Arjo ditanya kembali tentang berapa umurnya Mbah Arjo mengaku sudah 200 tahun. Soal tahun kelahiranya, ia mengaku lupa dan hanya ingat hari yakni selasa kliwon.
“kalau diingat-ingat dengan peristiwa zaman dulu soal masa kecil saya, ya saya lupa. Namun, ketika zaman penjajah jepang, saya sudah beristri yang ke enam kali. Sebab, kelima istri saya itu meninggal dunia, sehingga saya menikah lagi, dan dapat isri orang ponorogo, namanya Summinem. Ia meninggal dunia ketika Indonesia Merdeka” kata Mbah Arjo.
Selama Mbah Arjo menikah 6 kali ia dikaruniai 18 anak. Namun 17 anaknya sudah meninggaldunia, dan tinggal satu, Ginem, yang tinggal bersamanya selama ini. Widodo Kades Gadungan mengatakan bahwa data di kependudukan desa, Mbah Arjo itu tercatat kelahiran Desa Gadungan, pada tanggal 19 Januari 1825.
“Cuma, kakek saya, Mbah Mawiro Pradio, yang kelahiranya 1918 saja, memanggil Mbah Arjo itu kakek. Berarti bisa dibayangkan, kalau mbah Arjo sudah sangat tua. Mbah saya itu baru meninggal tahun 1990 lalu” ungkap Pak Widodo yang usianya baru 48 tahun.
……
Comments
Post a Comment
Kalau mau Koment jangan lupa cuci tangan, trimakasih :v